Web2 vs. Web3: Manakah yang Lebih Baik?
Beranda
Artikel
Web2 vs. Web3: Manakah yang Lebih Baik?

Web2 vs. Web3: Manakah yang Lebih Baik?

Tingkat Menengah
Diterbitkan Sep 20, 2022Diperbarui Jun 9, 2023
6m

Ringkasan

Internet versi saat ini, yaitu Web2, digunakan oleh jutaan orang. Namun, versi ini tidak terlepas dari kekurangan. Masalah terkait kepemilikan data, penyensoran, dan keamanan terus melanda Internet, sehingga mendorong konseptualisasi yang baru dan ditingkatkan yang disebut Web3. Internet masa depan ini berupaya untuk menyertakan teknologi seperti blockchain, kecerdasan buatan (AI), dan realitas berimbuh (AR). Intinya, Web3 yang ideal seharusnya menawarkan manfaat seperti kepemilikan dan kerahasiaan data. Web3 disebut sebagai versi Web2 yang ditingkatkan. Namun, apa definisi tepatnya dan apakah Web3 lebih baik?

Pendahuluan

World Wide Web, yang disebut sebagai Internet atau web, telah berubah drastis sejak pertama kali diperkenalkan ke dunia sebagai Web1. Seiring teknologi meningkat dan tuntutan pengguna berkembang, tidak heran jika web juga ikut berubah. 

Web1 memungkinkan konsumsi konten dan interaksi sederhana. Web2, yang ikut terbentuk oleh lonjakan smartphone dan akses internet seluler, memungkinkan pengguna untuk mengonsumsi dan membuat konten sendiri. Kini, konsep baru dari web masa depan yang disebut sebagai Web3 telah muncul. Iterasi terbaru dari Internet ini diharapkan memungkinkan pengguna untuk bukan hanya mengonsumsi serta membuat konten dan data, tetapi juga mengendalikannya. 

Sejarah Singkat Web

Meskipun web telah mengalami sejumlah perubahan selama beberapa tahun ini, dua tahap utamanya dapat diklasifikasikan sebagai Web1 dan Web2.

Web1

Web1, yang disebut juga sebagai Web 1.0, adalah Internet versi asli. Web ini terdiri dari halaman HTML statis, yaitu bahasa pemformatan web pada saat itu, yang menampilkan informasi secara online. Web1 berjalan pada infrastruktur yang terdesentralisasi sepenuhnya. Siapa pun dapat melakukan hosting server, membangun aplikasi, dan menerbitkan informasi di Internet tanpa penyensoran. Pengguna Web1 dapat mencari informasi di Internet melalui browser web. 

Kelemahan Web1

Sayangnya, tidak ada cara bagi orang untuk mengubah informasi dan hanya ada sedikit peluang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pengguna hanya dapat berkomunikasi melalui messenger dan forum obrolan sederhana. Dengan begitu, sebagian besar pengguna berinteraksi dengan Web1 sebagai pengamat, bukan peserta.

Web2

Berbeda dengan Web1, iterasi saat ini dari Internet bersifat tersentralisasi, berfokus pada pembuatan konten, dan sebagian besar dimonopoli oleh perusahaan teknologi raksasa.

Pada akhir tahun 1990-an, database, pemrosesan sisi server, formulir, dan media sosial secara kolektif membentuk Internet yang lebih interaktif dengan sebutan Web2 atau Web2.0. Ini adalah Internet versi saat ini yang menjadi platform untuk pembuatan konten. Penulis, fotografer, atau influencer dapat membuat dan menampilkan karyanya dengan mudah di dunia Web2. 

Penyedia layanan seperti WordPress dan Tumblr menawarkan platform untuk membuat konten, sedangkan perusahaan media sosial seperti Facebook dan Twitter memungkinkan orang untuk terhubung dan berkomunikasi dengan siapa pun di seluruh dunia. Selain itu, akses internet seluler dan popularisasi smartphone membuat siapa pun dapat mengonsumsi konten dengan mudah.

Perusahaan yang berpusat pada Web2 telah menuai manfaat dari revolusi Internet ini. Selain laba, perusahaan juga telah membangun database pengguna yang besar. Perusahaan besar seperti Google dan Facebook telah membeli perusahaan yang lebih kecil, sehingga mengakumulasi jaringan global pusat dari pengguna dan datanya.

Kelemahan Web2

Sejak kemunculan Web2, perusahaan Internet besar telah menyadari bahwa mereka dapat memanfaatkan data pengguna agar menjaga pengguna tetap berada di 'ekosistem' mereka masing-masing. Dengan menghasilkan iklan yang ditargetkan bagi konsumen atau mencegah komunikasi antara berbagai platform, pengguna cenderung terus menggunakan layanan yang telah digunakan sebelumnya. 

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah etis seperti penyensoran, pelacakan data, dan kepemilikan data menarik perhatian kebanyakan pengguna Internet. Ironisnya, data pengguna tampaknya merupakan milik perusahaan dalam Web2, bukan pengguna itu sendiri. Kita telah melihat banyak kasus kontrol data yang tidak adil. Akun pengguna ditutup setelah mereka tanpa sadar melanggar panduan komunitas internal suatu platform. Pada tahun 2010-an, berita kegagalan Facebook dalam melindungi data penggunanya memicu kemarahan global terkait data pribadi yang dikumpulkan tanpa persetujuan pengguna. 

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa pihak telah mengupayakan solusi yang menggabungkan manfaat Web1 dan Web2: desentralisasi dan partisipasi pengguna. Meskipun tidak konkret, sebagian besar konsep inti dari versi Internet ini, yang disebut sebagai Web3, telah dipaparkan.

Apa itu Web3?

Jika kita melihat masalah Web2 saat ini, maka Web3 adalah langkah logis berikutnya dalam mengoptimalkan Internet bagi pengguna. Dengan memanfaatkan teknologi peer-to-peer (P2P) seperti blockchain, realitas virtual (VR), Internet of Things (IoT), dan perangkat lunak sumber terbuka, Web3 bertujuan untuk mengurangi kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan Web2 raksasa. Dengan desentralisasi, pengguna diharapkan dapat mengambil kembali kontrol terhadap konten dan kepemilikan data mereka. 

Fitur utama Web3

Terdesentralisasi: Karena dimaksudkan untuk mengatasi akar masalah Web2, yaitu sentralisasi, desentralisasi jelas menjadi faktor penting untuk keberhasilan Web3. Selain mengembalikan kontrol data kepada pengguna, perusahaan harus membayar untuk mengakses data pengguna. Desentralisasi akan menghadirkan akses pembayaran kripto asli untuk siapa pun dan menghilangkan kebutuhan akan perantara yang mahal dalam infrastruktur pembayaran Web2 tradisional.

Permissionless: Alih-alih segelintir entitas besar yang mengontrol partisipasi atau membatasi komunikasi antarplatform, siapa pun dapat saling berinteraksi dengan bebas di Web3.

Trustless: Jaringan yang menjadi dasar Web3 akan memungkinkan pengguna berpartisipasi tanpa memercayai apa pun selain dari jaringan itu sendiri. 

Aspirasi ini akan sangat didukung oleh blockchain dan kripto. 

Potensi manfaat Web3

Keamanan data yang ditingkatkan

Data yang dimiliki oleh raksasa teknologi dalam database tersentralisasi bersifat rentan, karena peretas hanya perlu mengakses satu sistem untuk membobol data pengguna. Dengan solusi terdesentralisasi untuk menyimpan dan mengelola data, informasi pribadi dapat dimiliki dengan lebih aman.

Kepemilikan data yang sebenarnya

Karena salah satu fokus Web3 adalah kepemilikan data, pengguna akan dapat mengambil kembali kontrol terhadap data mereka dan bahkan memonetisasinya jika diinginkan.

Kontrol terhadap kebenaran

Tanpa kekuatan sentral, pengguna tidak akan terdampak oleh penyensoran yang tidak adil. Tanpa kekuatan penyensoran atau kemampuan untuk menghapus konten tertentu, perusahaan besar akan jauh lebih kesulitan dalam mengontrol narasi apa pun.

Terdapat juga potensi manfaat lainnya yang membuat Web3 lebih unggul dari pendahulunya.

Kebebasan finansial

Web3 akan memberdayakan pengguna dengan memungkinkan mereka untuk mengonsumsi, membuat, serta memiliki konten dan data mereka. Dan karena Web3 didasarkan pada teknologi blockchain, pengguna akan dapat mengakses ekosistem yang memfasilitas keuangan terdesentralisasi (DeFi) dan alat lainnya dengan mudah untuk mencapai kebebasan finansial. 

Interaksi sosial yang ditingkatkan

Sama seperti pendahulunya, Web3 akan terus menggabungkan teknologi yang muncul setelah teknologi blockchain. Misalnya, realitas virtual (VR), realitas berimbuh (AR), dan kecerdasan buatan (AI) dapat menambahkan elemen digital ke aplikasi Web3 untuk meningkatkan interaksi online.

Contoh yang saat ini tersedia adalah metaverse, yaitu semesta 3D virtual yang dapat dijelajahi pengguna menggunakan avatar. Melalui ruang yang imersif seperti metaverse, pengguna dapat bersosialisasi secara online, membeli lahan virtual, bermain game, dan bahkan bekerja dari jarak jauh.

Penutup

Web2 versus Web3 dapat dianggap sebagai topik perdebatan layaknya sentralisasi versus desentralisasi. Karena Web3 masih belum terwujud, keunggulannya dibandingkan Web2 masih diperdebatkan. Namun, dengan infrastruktur terdesentralisasinya, Web3 dapat berpotensi mengatasi masalah terkait data yang terjadi dalam Web2 dan mengembalikan kontrol kepada pengguna.